Suasana duka menyelimuti kediaman almarhumah Ruyati bin Satubi (54), tenaga kerja wanita asal Indonesia, yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi. Dirumah sederhana bercat warna pink di Jalan Raya Sukatani Kampung Ceger RT 03 RW 02, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, penbuh sanak keluarga dan warga sekitar yang bersimpati atas kasus yang menimpa Ruyati.
Een Nuraeni (35), anak pertama Ruyati, mengungkapkan dirinya pertama kali mendapat kabar ibunya telah dihukum pancung pada pukul 01.00 WIB dinihari tadi, Minggu, 19 Juni 2011. “Migrant Care menelepon saya, kasih kabar ibu saya sudah meninggal,” ujar Een sembari terisak.
Een Nuraeni (35), anak pertama Ruyati, mengungkapkan dirinya pertama kali mendapat kabar ibunya telah dihukum pancung pada pukul 01.00 WIB dinihari tadi, Minggu, 19 Juni 2011. “Migrant Care menelepon saya, kasih kabar ibu saya sudah meninggal,” ujar Een sembari terisak.
Een Nuraeni, puteri Ruyati, tak sanggup
menahan tangis kala mendengar kabar ibunya telah tewas dipancung di Arab
Saudi. Apalagi pihak keluarga tidak mendapat informasi apa pun
menjelang detik-detik eksekusi Ruyati. “Kami menjawab dengan air mata,
Mbak. Dibilang Kemlu katanya ibu sudah nggak ada kemarin. Katanya sudah
dimakamkan di Makkah,” kata Een.
Suara Een terdengar lemah dan bergetar
di sela-sela seduan tangisnya. Setiap pertanyaan dijawab dengan isakan
penuh duka sehingga jawabannya tidak terlalu jelas.
Almarhumah sudah dimakamkan di Mekkah
setelah dieksekusi pada Sabtu, 18 Juni 2011. Kabar mendadak itu sangat
disesalkan keluarga. Apalagi, kata Een, ibunya ternyata langsung di
makamkan dan tidak dibawa pulang ke Tanah Air. “Keluarga mohon agar Ibu
bisa dipulangkan ke rumah dan akan dimakamkan di sini di pemakaman
keluarga,” tambah Eeen.
Anak ketiga Ruyati, Iwan Setiawan (27),
menyesalkan tidak adanya pertanggungjawaban dari pihak perusahaan
pengirim ibunya, PT Dasa Graha Utama. Menurut dia, sejak Ruyati
dipenjara pada 12 Januari 2010, perusahaan itu tidak pernah sekalipun
memberi kabar tentang nasib ibunya.
Selama ini, perkembangan kasus Ruyati
mereka terima secara rutin melalui telepon dari seorang TKW asal Lampung
bernama Marni. “Dia itu TKW yang bekerja pada anak majikan ibu saya,”
ujarnya.
Sebelum berangkat ke Saudi terakhir
kali, pada bulan Agustus 2008, Ruyati sempat memalsukan KTP. “Umur Ibu
dibuat muda 11 tahun, atas permintaan perusahaan. Supaya lancar dan
tidak menemui kendala,” Iwan menambahkan. Keluarga sempat berkeberatan
Ruyati berangkat jadi TKW untuk ketiga kalinya. “Ibu juga sudah tua.
Seharusnya istirahat saja di rumah, nggak usah kerja lagi di Saudi,”
ucap Iwan.
Menurut anak kedua Ruyati, Epi Kurniati
(27), ibunya memaksa pergi ke Saudi karena tidak ingin menyusahkan
anak-anaknya di masa tua nanti. “Kami sekeluarga sudah melarang dengan
segala cara, tapi ibu tetap nekat,” katanya.
Ruyati binti Sutadi (54) meninggalkan
tujuh orang cucu dan tiga anak yang semuanya sudah berkeluarga. Dia
sendiri sudah bercerai dengan suaminya, saat keberangkatan kedua ke Arab
Saudi. “Saya sudah sakit-sakitan dan ingin dijaga istri. Tapi dia tetap
nekat berangkat, akhirnya kami bercerai,” ungkap Ubedawi dengan suara
terbata-bata menahan sedih.
Pada keberangkatan pertama, Ruyati
sempat bekerja di Madinah selama lima tahun, yang kedua enam tahun, dan
yang ketiga satu tahun empat bulan. “Pada keberangkatan pertama dia
ingin menyekolahkan anaknya, Epi, di sekolah perawat. Sedangkan pada
keberangkatan kedua dia ingin membelikan angkot untuk Iwan,” ungkap Een.
Sebelum terjerat kasus hukum, selama
sembilan bulan pertama bekerja di Mekah, Ruyati sempat mengirim uang
sebanyak dua kali ke rumah, masing-masing sebesar Rp9 juta. Dari
informasi yang diterima keluarga, sejak awal bekerja pada
majikannya–namanya Heriya – Ruyati kerap disiksa. “Bahkan, waktu tiga
bulan pertama kaki ibu saya patah. Tapi dia tidak dibawa ke rumah sakit
dan hanya dirawat oleh anak majikannya yang juga seorang dokter,” tambah
Een lagi.
Berdasarkan kabar dari teman sesama TKW,
kaki Ruyati patah akibat perlakuan sang majikan, Heriya. “Saya yakin
ibu saya tidak bersalah. Dia hanya membela diri,” ucap Eeen sambil
mengusap air matanya.
Pemerintah RI Hanya Bisa Mengecam
Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengecam keras pelaksanaan hukuman pancung tersebut. “Tanpa mengabaikan sistem hukum yang berlaku di Arab saudi, Pemerintan RI mengecam pelaksanaan hukuman tersebut yang dilakukan tanpa memperhatikan praktek internasional yang berkaitan dengan kekonsuleran,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tatang Razak.
Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengecam keras pelaksanaan hukuman pancung tersebut. “Tanpa mengabaikan sistem hukum yang berlaku di Arab saudi, Pemerintan RI mengecam pelaksanaan hukuman tersebut yang dilakukan tanpa memperhatikan praktek internasional yang berkaitan dengan kekonsuleran,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tatang Razak.
Menurut Tatang, pemerintah menyesalkan
sikap Arab Saudi yang tidak memberitahukan kapan eksekusi mati terhadap
TKW asal Srengseng, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), tersebut dilakukan.
Pihaknya terkejut tahu-tahu ada kabar yang menyebutkan Ruyati telah
dipancung pada Sabtu (18/6), kemarin.
Tatang mengatakan, pemerintah Indonesia
sangat menekankan proses hukum yang berkeadilan dalam kasus yang menimpa
Suyati. Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya segera memanggil Dubes
Arab Saudi di Jakarta untuk menyampaikan protes atas pelaksanaan hukuman
terhadap TKW tersebut.
Terkait dengan proses hukum Suyati
sendiri, Tatang menjelaskan, perempuan berusia 54 tahun itu divonis mati
atas kasus pembunuhan yang terjadi pada 12 Januari 2010. Suyati dituduh
membunuh majikan dengan cara kejam, yakni menusukkan pedang
berkali-kali kepada korban. Di depan pengadilan, Ruyati mengakui
perbuatannya tersebut.
Sejak pengadilan mulai berjalan, kata
Tatang, Kemlu sudah memberikan pendampingan hukum terhadap Ruyati dan
berusaha menjelaskan kepada keluarga atas permasalahan hukum yang
menimpa TKW tersebut. Kemlu juga terus mengupayakan adanya pengampunan
terhadap Ruyati. Namun, keluarga majikan rupanya tidak mau memaafkan
perbuatan Ruyati tersebut.
“Proses hukum mulai dari pendampingan
sampai meminta pengampunan itu sudah dilakukan. Menkum HAM sendiri sudah
datang ke Arab dan meminat agar tidak ada hukuman mati. Kita juga sudah
menulis surat. Namun pemerintah Arab Saudi masih saja melakukan hukuman
mati tersebut,” ucap Tatang.
80% Isi UU Perlindungan TKI Bermasalah
Dalam menangani TKI, Komisi IX DPR sebenarnya telah berinisiatif untuk mengganti UU 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Anggota Komisi IX DPR M Martri Agoeng, (Minggu, 19/6). Dia mengatakan kalau UU tersebut 80 persen bermasalah. Pasalnya UU itu disusun tanpa naskah akademik. “Jadi UU itu harus direvisi sehingga prosedural mengenai TKI akan lebih baik lagi,” kata Martri, politisi PKS ini.
Dalam menangani TKI, Komisi IX DPR sebenarnya telah berinisiatif untuk mengganti UU 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Anggota Komisi IX DPR M Martri Agoeng, (Minggu, 19/6). Dia mengatakan kalau UU tersebut 80 persen bermasalah. Pasalnya UU itu disusun tanpa naskah akademik. “Jadi UU itu harus direvisi sehingga prosedural mengenai TKI akan lebih baik lagi,” kata Martri, politisi PKS ini.
Dalam UU itu, menurut dia, minim sekali
perlindungan dan perhatian pemerintah terhadap TKI yang bekerja di luar
negeri. Padahal mereka katanya adalah penyumbang devisa terbesar.
Sekalipun membunuh majikannya, TKI
Ruyati binti Sapubi tidak bisa disalahkan begitu. Pemerintah ikut
bertanggungjawab, karena membiarkan pengiriman TKI ke luar negeri yang
tidak sesuai prosedural. Hal ini dikatakan Martri Agoeng.
Politisi PKS ini menilai kalau dalam
pengiriman TKI ke luar negeri masih kacau balau. Akibatnya pemerintah
tidak bisa melindungi warganya yang bekerja di luar negeri. “Jadi saya
tegaskan, Ruyati tidak bisa disalahkan begitu saja karena membunuh
majikannya. Pemerintah sendiri harus bertanggungjawab karena membiarkan
pengiriman TKI ke luar negeri tidak sesuai prosedural,” kata Martri.
Menurutnya, jangankan melindungi TKI,
menangani pengiriman mereka mulai dari dalam negeri saja, pemerintah
tidak mampu. Misalnya, rekruitmen tenaga kerja yang tidak seharusnya,
kurangnya pelatihan bagi tenaga kerja ke luar negeri, dan masalah
dokumen yang tidak jelas. praktik pemalsuan dokumen masih merebak di
Indonesia. begitu pula dengan ketidakjelasan prosedur bagi TKI di luar
negeri.
Tahlilan Massal untuk Ruyati akan Digelar
Tenaga kerja asal Indonesia di Saudi Arabia, Ruyati binti Sapubi telah menjalani eksekusi hukum pancung. Untuk mendoakan yang bersangkutan, Migrant Care akan menggelar tahlil massal pada Senin (20/6) malam besok.
Tenaga kerja asal Indonesia di Saudi Arabia, Ruyati binti Sapubi telah menjalani eksekusi hukum pancung. Untuk mendoakan yang bersangkutan, Migrant Care akan menggelar tahlil massal pada Senin (20/6) malam besok.
“Besok tahlil massal akan dilakukan
pukul 19.00 WIB. Sekitar 1.000 orang akan mengikuti kegiatan itu di
depan Istana,” ujar analis kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo, Minggu
(19/6/2011).
Sebelum tahlil digelar, Migrant Care
berencana mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta penjelasan
lengkap terkait dipancungnya Ruyati. Menurut Migrant Care, eksekusi mati
terhadap Ruyati merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT
migran Indonesia. Bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan
tahlil massal tersebut, Migrant Care mempersilakan untuk turut serta.
Ruyati teleh dieksekusi di Arab Saudi
pada hari Sabtu kemarin atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan
Arab Saudi. Ruyati dilaporkan telah mengakui perbuatannya. Ia disebut
melakukan aksinya dengan menggunakan sebilah golok.